Tugas Landasan Sosial Teknologi Pendidikan: Sistem Pembelajaran dengan Modul
Sistem Pembelajaran dengan Modul
oleh:
Yuliana Eka Saputri
Perubahan kebijakan kurikulum telah
membawa dampak yang besar. Perubahan kurikulum 1994 menjadi KBK akan membawa
konsekuensi pada perubahan pelaksanaan proses pembelajaran di kelas (Depdiknas,
2003: 9). Salah satu konsekuensi tersebut adalah pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar di kelas yang difokuskan pada pengembangan kompetensi setiap individu
siswa. Dengan demikian siswa dilatih untuk mencapai kompetensi agar nantinya
dapat berpikir dan bertindak secara konsisten dalam setiap mata pelajaran.
Menurut Mulyasa (2004: 40-41) bahwa landasan teoritis yang mendasari KBK adalah
pergeseran dari pembelajaran kelompok ke pembelajaran individual. Sebagai salah
satu penerapannya, KBK menggunakan modul sebagai sistem pembelajarannya
(Mulyasa, 2004: 43-45).
Menurut maknanya, istilah modul merupakan
alat ukur yang lengkap, unit yang dapat berfungsi mandiri, terpisah, sebagai
kesatuan dari seluruh unit lainnya. Pada kenyataannya, modul merupakan jenis
kesatuan kegiatan belajar yang terencana, dirancang untuk membantu para siswa
secara individual dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya, yaitu menguasai
kompetensi yang telah ditetapkan. Modul dapat dipandang sebagai paket program pembelajaran
yang terdiri atas komponen-komponen yang berisi tujuan belajar, bahan
pelajaran, metode belajar, alat atau media, serta sumber belajar, dan sistem
evaluasinya. Berdasarkan definisi di atas, dapat diketahui unsur-unsur modul
yang meliputi: pedoman guru, lembaran kegiatan siswa, lembaran kerja siswa,
lembaran jawaban, lembaran tes, lembaran jawaban tes (Sudjana & Rivai,
2009).
Anwar (2010), menyatakan bahwa
karakteristik modul pembelajaran sebagai berikut: (1) Self instructional, yaitu siswa mampu membelajarkan diri sendiri,
dan tidak tergantung pihak lain; (2) self
contained, yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi yang
dipelajari terdapat di dalam satu modul utuh; (3) stand alone, yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada
media lain; (4) adaptif, yaitu modul
memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi; (5)
user friendly, yaitu modul hendaknya
memenuhi kaidah akrab bersahabat dengan pamakainya; (6) konsistensi, yaitu keteraturan dalam tata letak, dan kaidah
penulisan modul. Sesuai dengan dimensi sosiologis TP, penyusunan dan penggunaan
modul ini harus sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas siswa selaku penerima
materi pelajaran.
Penggunaan modul dalam pembelajaran
bertujuan agar tujuan pendidikan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Hal
ini sesuai dengan teori tindakan, dimana kita memutuskan apa yang kita lakukan
sesuai dengan tujuan dan interpretasi terhadap situasi dan kondisi lingkungan
kita (Pip Jones, 2010: 24). Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa dalam
kurikulum berbasis kompetensi perlu menggunakan suatu pembelajaran individual
agar dapat diketahui secara jelas kemampuan setiap siswa. Tujuan utamanya agar
guru mampu memeberikan penanganan yang sesuai diri setiap individu. Sehingga, penggunaan
modul ini menuntut siswa untuk belajar mandiri agar kecepatan dan kemampuannya
meningkat sesuai dengan kapasitas dan kebutuhannya. Siswa juga dapat mengetahui
hasil belajarnya sendiri, karena modul ini menekankan pada penguasaan bahan
pelajaran secara optimal (mastery
learning), yaitu dengan tingkat penguasaan 80% (Sudjana & Rivai, 2009).
Kelebihan sistem pembelajaran dengan
modul yang diungkapkan Santyasa dalam Suryaningsih (2010: 31) bahwa
pembelajaran dengan modul dapat meningkatkan motivasi siswa, karena setiap kali
mengerjakan tugas pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan
kemampuan; setelah dilakukan evaluasi, guru dan siswa akan mengetahui benar
tingkat keberhasilan pada tiap bagian modul. Sedangkan kelemahan pembelajaran
dengan modul yaitu (1) bila modul didesain secara kaku dan tidak bervariasi,
maka akan membuat siswa merasa bosan, (2) tidak semua siswa dan guru cocok
melakukan pembelajaran dengan modul, (3) penyusunan modul biasanya dilakukan
oleh tim perencana yang kompleks dan membutuhkan waktu yang cukup lama,
sehingga sulit menyusun modul berkualitas baik, (4) guru sebagi tim penyusun
modul juga kesulitan merancang modul yang berkualitas baik.
Daftar
Pustaka:
Anwar,
Ilham. 2010. Pengembangan Bahan Ajar.
Bahan Kuliah Online. Bandung:
Direktori UPI
Depdiknas.
2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas
Jones, Pip.
2010. Pengantar Teori-Teori Sosial.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Mulyasa, E.
2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi:
Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sudjana,
Nana dan Rivai, Ahmad. 2003. Teknologi
Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Bagaimana solusi yang anda berikan agar modul dapat diaplikasikan secara efektif dan efisien?
BalasHapusMenurut saya, modul itu perlu dibuat secara lebih spesifik dan didesain semenarik mungkin agar dapat membuat pembelajaran yg lebih interaktif.
HapusKalau yang buat daerah pinggiran gimana nih? atau mungkin modul digital di era gadget ini?
BalasHapusUntuk daerah pinggiran bisa pake modul manual dulu, jika sekolah atau di rumah anak tersebut telah terfasilitasi dengan fasilitas media elektronik yang mendukung (gedget) ya sebaiknya menggunakan pembelajaran modul digital agar anak dapat belajar dimana saja.
HapusUntuk daerah pinggiran bisa pake modul manual dulu, jika sekolah atau di rumah anak tersebut telah terfasilitasi dengan fasilitas media elektronik yang mendukung (gedget) ya sebaiknya menggunakan pembelajaran modul digital agar anak dapat belajar dimana saja.
Hapus